Konsep Diri

Ya Allah
Ampunilah aku
Tentang apa yang tidak
Mereka ketahui
Pada diriku

Ya Allah
Jadikanlah aku lebih baik
Dari apa yang mereka duga
Tentang diriku
(Abu Bakar Ash Shiddiq)“Janganlah kamu menjadi pengikut buta (orang yang tidak memiliki prinsip hidup), yaitu orang yang berkata, “Apabila manusia berbuat baik, maka kami akan berbuat baik, dan apabila mereka melakukan kezhaliman, maka kami akan melakukan kezhaliman juga. Akan tetapi, tetapkanlah pendirianmu. Apabila manusia berbuat kebaikan, maka kamu juga akan melakukan kebaikan, dan apabila mereka berbuat kejahatan, maka janganlah kamu ikut melakukan kejahatan (kezhaliman).”
 (Sunan At Tirmidzi)

Inti Gagasan

Konsep Diri adalah suatu kesadaran pribadi yang utuh, kuat, jelas, dan mendalam tentang visi dan misi hidup; pilihan jalan hidup beserta prinsip dan nilai yang membentuknya; peta potensi; kapasitas, dan kompetensi diri; peran yang menjadi wilayah aktualisasi dan kontribusi; serta rencana amal dan karya unggulan. Konsep Diri menciptakan perasaan terarah dalam struktur kesadaran pribadi kita. Keterarahan adalah salah satu mata air kecemerlangan.

Konsep Diri manusia Muslim adalah kesadaran yang mempertemukan antara kehendak-kehendak Allah dengan kehendak-kehendaknya sebagai manusia; antara model manusia Muslim yang ideal dan universal dangan kapasitas dirinya yang nyata dan unik, antara nilai-¬nilai Islam yang komprehensif dan integral dengan keunikan-keunikan pribadinya sebagai individu; antara ruang aksi dan kreasi yang disediakan Islam dengan kemampuan pribadinya untuk beraksi dan berkreasi; dan antara idealisme Islam dengan realitas kemampuan pribadinya.

Empat Hakikat Besar

1. Misi Hidup itu Given
   
Sebagai manusia beragama, sebenamya visi, misi, dan jalan hidup serta prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang membentuknya merupakan sesuatu yang telah ditetapkan Allah SWT, dan karenanya bersifat given. Allah SWT menetapkan bahwa kehidupan manusia bermula di alam rahim, kemudian alam dunia, lalu alam barzakh, dan terakhir alam akhirat. Maka, ujung dari kehidupan manusia adalah kehidupan akhirat. Di sana kehidupan berhenti pada keabadian.

Demikianlah, misi hidup menjadi bagian paling substansial dari keyakinan (aqidah) setiap agama. Kesalahan besar yang kita sering lakukan adalah merumuskan misi hidup di luar hakikat besar tersebut, atau menjadikan peran-peran yang kita inginkan sebagai misi hidup. Peran-peran itu bukanlah misi hidup. Ia hanya merupakan instrumen yang kita perlukan untuk mencapai kehidupan yang terhormat di akhirat. Misi hidup kita adalah beribadah kepada Allah SWT, dalam arti yang seluas-luasnya: mendapatkan ridha dan surga-Nya.

2. Umur Kita Sebuah Misteri

Untuk mencapai misi itu, Allah SWT memberikan fasilitas kehidupan yang kita sebut waktu atau umur sebagai batas masa kerja atau batas masa uji. Kehidupan kita harus dipertanggungjawabkan di depan Allah SWT pada hari akhirat. Untuk itu, Allah SWT menurunkan kitab suci sebagai "petunjuk pelaksanaan" (guide line) dalam menjalani hidup, dan mengutus para nabi dan rasul sebagai "komunikator" yang memberikan penjelasan bagaimana mengoperasikan sistem kehidupan yang ada dalam buku petunjuk itu. Selain itu, Allah SWT memberikan kita akal sebagai perangkat manusiawi yang diperlukan untuk memahami buku petunjuk yang dibawa para nabi dan rasul itu. Kemudian, Allah SWT menyediakan surga dan neraka, sebagai reward atau punishment atas cara kita menjalani kehidupan.

Satu hal yang tidak pernah dijelaskan Allah SWT secara terbuka adalah jatah umur kita masing-masing sebagai manusia. Jatah umur itu tetap dipertahankan Allah SWT sebagai rahasia di antara sekian banyak rahasia¬-Nya. Jatah umur kita hanya dicatat dalam Lauh Mahfuzh, tetapi tidak pernah disampaikan kepada kita. Tidak ada alasan yang tertera secara tekstual mengapa Allah SWT mempertahankan hal itu sebagai rahasia¬-Nya. Yang kita dapat pahami hanyalah hikmahnya: supaya setiap saat kita siap menghadapi akhir kehidupan kita, untuk selanjutnya memasuki masa pertanggungjawaban.

Konsekuensinya adalah perencanaan hidup kita menjadi sangat relatif dan dipenuhi oleh ketidakpastian. Namun, dengan keadilan Allah SWT, setiap manusia mendapatkan beban pertanggungjawaban sesuai dengan fasilitas yang diberikan Allah SWT kepadanya. Yang kita pertanggungjawabkan adalah masa hidup kita sendiri: rasio keseimbangan antara pahala dan dosa dengan masa kerja yang diberikan kepada kita.

3. Peta Potensi itu Nisbi

Visi, misi, dan jalan hidup beserta prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang membentuknya menentukan ruang gerak kehidupan kita. Selanjutnya, Allah SWT memberikan kemampuan-kemampuan dasar kepada manusia: fisik, intelektual, dan spiritual. Kemampuan-kemampuan dasar itu merupakan "bahan mentah" yang terbuka terhadap pengembangan.

Tidak ada satu pun instrumen yang dapat membantu kita mengetahui awal dan ujung dari kemampuan-kemampuan kita itu. Semua pengetahuan yang kita miliki tentang batas kemampuan kita, baik yang kita peroleh melalui test-test pengukuran potensi diri yang bersifat ilmiah, seperti psikotes, maupun melalui pengalaman-pengalaman pribadi, sebenamya selalu bersifat relatif dan sementara. Sebab, kemampuan kita bisa tumbuh berkembang melalui usaha-usaha eksploitasi yang sadar, tetapi juga bisa tumbuh berkembang melalui stimulasi peristiwa atau lingkungan eksternal yang bersifat insidental atau permanen.

4. Lingkungan yang Ditakdirkan

Sebelum kita memiliki kemampuan independen untuk menentukan lingkungan hidup yang kita inginkan bagi diri kita sendiri, sebagian besar dari lingkungan ekstemal kita merupakan bagian dari takdir Allah SWT yang mutlak. Misalnya, tanah kelahiran, ras dan suku, kedua orang tua, bahasa, dan warna kulit.

Sebagian dari kelebihan dan keterbatasan kita bersumber dari lingkungan eksternal yang telah ditakdirkan bagi kita itu. Namun, dengan keadilan Allah SWT, kelebihan-kelebihan yang kita miliki sebagai warisan dari kelebihan lingkungan justru menjadi faktor pemberat dalam pertanggungjawaban di depan Allah SWT. Sebab, peluang sukses karena dukungan lingkungan eksternal menjadi lebih besar. Sebaliknya, keterbatasan-keterbatasan yang kita hadapi sebagai warisan dari lingkungan ekstemal justru menjadi faktor yang meringankan pertanggungjawaban kita. Sebab, hambatan sukses yang diciptakan lingkungan eksternal memberatkan nilai pekerjaan yang kita.

Empat Sikap Dasar

1. Menyadari Misi, Bukan Memformulasinya

Kita tidak perlu lagi merumuskan misi hidup kita. Masalah itu seharusnya sudah selesai begitu kita menyatakan diri sebagai manusia beragama. Yang kita harus lakukan adalah memahami, menerima, meyakini, dan menyadarinya setiap saat, serta menjadikannya referensi utama yang membentuk keseluruhan arah dan perilaku hidup kita.

Masalah kita adalah misi hidup yang given seringkali tidak menjadi referensi yang membentuk arah kehidupan kita, atau dalam situasi lain, misi hidup itu kita ketahui, tetapi tidak kita sadari. Bisa juga kita sadari, tetapi tidak permanen, sehingga pengaruhnya melemah dalam membentuk arah dan perilaku hidup kita.

2. Menentukan Umur Efektif

Karena kita tidak mempunyai informasi yang pasti tentang umur kita, maka merupakan suatu kesalahan jika kita membebani diri dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak terjangkau, kecuali dalam batas umur tertentu.

Itu sebabnya kita hanya harus bertanggung jawab pada batas umur kita sendiri. Di dalam batas umur, kualitas hidup kita tidaklah ditentukan pada seluruh umur itu sendiri. Kualitas hidup kita hanya ditentukan pada batasan umur efektif kita.. Umur efektif kita adalah saat dimana kita mencapai rasio produktivitas hidup, yaitu apabila satu unit waktu kita sama dengan satu unit amal.

3. Mengembangkan Kapasitas Potensial Internal Secara Berkesinambungan

Karena kita tidak pernah dapat mengukur secara definitif awal dan ujung dari kemampuan-kemampuan kita, dan juga tidak mengetahui secara pasti jumlah-jumlah satuan-satuan potensi kita, maka yang kita harus lakukan adalah melakukaneksplorasi secara berkesinambungan atas potensi yang tersimpan dalam diri kita. Sebab, setiap satu temuan akan merangsang temuan yang lain.

Setiap kali kita menemukan satu potensi dalam diri kita, maka kita harus segera mengeksploitasinya secara maksimal. Tidak akan pernah ada suatu peta yang lengkap, dan kita memang tidak ditugaskan untuk menemukannya. Tugas kita adalah memanfaatkan setiap temuan secara maksimal, sehingga kapasitas internal kita terus bertumbuh dan berkembang secara berkesinambungan. Elemen-elemen kapasitas internal itu adalah fisik, intelektualitas, emosi, spiritualitas, jaringan sosial, dan dukungan finansial.

Yang kita ingin capai pada akhirnya adalah keseimbangan maksimum dari pertumbuhan elemen-elemen kapasitas internal tersebut. Satu atau dua dari elemen itu kelak akan menjadi pusat keunggulan kita. Itulah yang kelak kita sebut sebagai kompetensi diri. Seseorang hanya bisa menjadi ulung dalam satu bidang, apabila ia tumbuh dan berkembang di atas elemen yang menjadi pusat keunggulannya.

4. Menemukan Momentum Sejarah

Yang kita harus lakukan terhadap lingkungan eksternal yang telah ditakdirkan kepada kita –dengan berbagai warisan kelebihan dan keterbatasan- adalah berusaha menyiasatinya dan mencari  celah di balik kesulitan-kesulitan yang diciptakannya. Hal ini dilakukan untuk menemukan saat yang tepat bagi ledakan potensi kita.

Pengaruh kita atas lingkungan eksternal akan berbanding lurus dengan pertumbuhan kapasitas internal kita. Yang kita cari adalah titik temu antara kekuatan kapasitas internal dengan peluang yang disediakan oleh lingkungan eksternal. Itulah yang kita sebut momentum sejarah.

Susunan Konsep Diri

Konsep Diri terbentuk melalui proses internal yang mempertemukan antara persepsi kita tentang diri kita sendiri; dengan persepsi orang lain tentang diri kita; dan dengan kondisi akhir yang kita inginkan bagi diri kita sendiri. Yang pertama menyangkut pemahaman subjektif kita tentang kondisi objektif diri kita. Yang kedua menyangkut pemahaman subjektif orang lain tentang kondisi objektif diri kita. Yang ketiga menyangkut keinginan atau visi kita tentang diri kita sendiri di masa yang akan datang, atau proyeksi masa depan diri kita.

Pertemuan antara ketiga unsur tersebut akan membangun suatu susunan kesadaran internal yang kuat tentang diri, lingkungan, dan misi hidup kita. Ketiga unsur ini harus dipandang secara proporsional dan objektif. Sebab, jika salah satu unsur tersebut mendominasi unsur yang lain, maka akan terbangun sebuah konsep diri yang split, atau tidak utuh.

Misalnya, jika "Aku Diri" seseorang mendominasi "aku" lainnya, maka ia akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi yang cenderung kepada keangkuhan, sikap realistis yang cenderung pragmatis, sikap tertutup terhadap orang lain, narsisme, egoisme, dan mungkin sangat mandiri, tetapi tidak mampu bekerja sarma. Jika yang dominan adalah "Aku Sosial", maka seseorang akan kehilangan jati dirinya yang asli, sangat tergantung kepada dukungan lingkungan, tidak bisa mandiri, biasanya minder, dikendalikan secara eksternal oleh lingkungannya, dan bisa bekerja sama, tetapi tidak bisa berpengaruh. Adapun jika yang dominan adalah "Aku Ideal", maka seseorang akan cenderung menjadi pemimpi, tidak realistis, biasanya bersemangat, tetapi juga tidak berdaya, retoris, tetapi tidak punya rencana aksi yang riil, optimis, tetapi tidak produktif, dan bisa bekerja sama, tetapi tidak punya bidang kontribusi yang jelas.

Keseimbangan itulah yang dikatakan Abu Bakar dalam salah satu do’anya, "Ya Allah, ampunilah aku dari hal-hal yang orang lain tidak mengetahuinya, tetapi jadikanlah aku lebih baik dari sangkaan buruk orang lain terhadap diriku. "

Langkah-langkah Aplikasi

Upaya menemukan konsep diri yang utuh dan jelas adalah proses internalisasi, atau suatu proses perjalanan ke dalam diri sendiri yang rumit. Karena itu, semua langkah aplikasi yang diusulkan di sini sebenarnya berbasis pada satu instrumen: perenungan. Sarana-sarana lainnya hanya digunakan sebagai instrumen pendukung untuk meningkatkan efektivitas perenungan.

Mereka yang tidak biasa melakukan perenungan akan menemukan sedikit kesulitan pada permulaannya. Misalnya, kesulitan berkonsentrasi, mengendalikan pikiran, atau menahan rasa ngantuk. Akan tetapi, yang perlu disadari sejak awal adalah perenungan sebenarnya merupakan tradisi yang menjadi pintu pembuka terhadap begitu banyak kebaikan yang tersimpan di dasar laut diri kita. Jika kita menguasai tradisi ini, maka kita akan bertemu dengan sumber keajaiban di dalam diri kita.

Perenungan bertujuan menciptakan kedekatan dan harmoni antara berbagai unsur kepribadian kita; fisik, akal, dan jiwa. Melalui perenungan kita menjadi lebih dekat dengan diri sendiri dan lebih mampu menikmati saat-saat kesendirian. Untuk mendapatkan hasil optimal dari perenungan, lakukanlah beberapa petunjuk berikut. Setelah itu, lakukanlah langkah¬-langkah aplikasi yang disebutkan kemudian.

Siapkanlah diri Anda terlebih dahulu. Hadirkan akal dan jiwa Anda untuk melakukan perenungan yang serius.
Perenungan dapat dilakukan dalam ruang tertutup atau terbuka. Yang terpenting adalah suasananya harus tenang.
Perenungan akan efektif jika Anda melakukannya dalam keadaan tidak terlalu lapar atau terlalu kenyang.
Sebaiknya Anda tidak melakukan perenungan jika ada pekerjaan mendesak yang harus Anda selesaikan segera.
Anda dapat melakukan perenungan dengan cara duduk bersila atau duduk santai di atas sebuah kursi. Pilihlah kursi yang relatif empuk.
Begitu Anda memulai kegiatan perenungan, biarkanlah semua lintasan pikiran berlalu lalang dalam benak Anda. Ikutilah arus lintasan pikiran itu. Anda tidak perlu bekerja keras untuk mengendapkannya. .
Jika dalam perenungan itu Anda tidak kuat menahan rasa ngantuk, ikutilah ritme tubuh Anda untuk tidur.
Kemungkinan besar Anda akan gagal melakukan perenungan pada yang pertama, kedua, ketiga atau mungkin keempat, bahkan sampai beberapa kali setelah itu. Sebagian besar orang mengalami hal itu. Yang perlu Anda lakukan selanjutnya adalah tiga hal: mengulanginya, mengulanginya, dan mengulanginya.
Sasaran pertama yang ingin dicapai melalui perenungan adalah ketenangan jiwa. Jika Anda sudah mulai merasa "betah" duduk seorang diri, dapat melawan godaan dan rangsangan untuk berbicara dan bergerak, merasakan relaksasi yang menyegarkan selama duduk, tidak terpengaruh dengan bunyi dan gerakan yang ada di sekitar Anda, melihat sesuatu di depan mata, tetapi tidak merasakannya, mendengar sesuatu di dekat Anda, tetapi tidak merasakannya: semua itu merupakan tanda bahwa Anda telah mencapai sasaran pertama.
Sasaran kedua adalah meningkatan kemampuan konsentrasi. Secara bertahap Anda harus membatasi tema yang Anda renungi. Berusaha menemukan semua aspek yang terkait dengan tema tersebut. Temukanlah kaitan-kaitan antara bagian-bagiannya, lalu hubungkanlah bagian-bagian yang mungkin terpisah, buatlah sebuah bangunan utuh dari keseluruhan bagian itu, lalu berusahalah menemukan kekurangan dalam bangunan tersebut. Jika Anda sudah dapat melebur ke dalam pikiran Anda tanpa merasakan berlalunya waktu, maka itu merupakan tanda bahwa Anda telah mencapai sasaran kedua.
Sasaran ketiga adalah meningkatkan kemampuan berpikir mendalam dalam waktu lama. Satu tingkat dari sasaran kedua adalah daya tahan konsentrasi pikiran pada satu tema dalam rentang waktu yang lama. Semua kejeniusan bersumber dari sini. Tradisi perenungan yang panjang akan membuat kita mampu tetap memikirkan satu tema dalam semua kondisi; duduk, berjalan, berbaring, membaca, dan berdiskusi. Kita mungkin mengerjakan pekerjaan lain, tetapi pikiran kita tetap terfokus ke tema yang sedang kita renungi. Jika gagasan-¬gagasan yang muncul dalam benak selama masa perenungan itu mulai tampak "tervisualisasi" dalam diri Anda -dimana Anda dapat menemukan bahasa atau pengungkapannya yang tepat dan detil-, seperti ketika Anda menyaksikan sebuah gambar visual yang mewakili imajinasi pelukisnya yang abstrak, maka itulah tanda bahwa Anda telah mencapai sasaran ini.
Pertama: Penghayatan Misi Hidup

1. Sasaran
Menyadari dan menghayati misi hidup kita sebagai manusia secara intens, kuat, dan mendalam serta bersifat terus-menerus. Hal ini dilakukan dengan cara beribadah kepada Allah dalam berbagai bentuknya, untuk mendapatkan ridha dan surga-Nya di akhirat kelak. Dimana kehidupan dunia menjadi medan amal dan kematian menjadi penutup batas masa kerja.

2. Aspek-aspek yang dihayati adalah sebagai berikut:
  1. Allah sebagai tujuan hidup.
  2. Hakikat kehidupan sebagai ujian.
  3. Agama sebagai pilihan jalan hidup.
  4. Makna ibadah dan bentuk-bentuknya.
  5. Empat tahapan kehidupan: alam rahim, alam dunia, alam barzakh,
  6. dan alam akhirat.
  7. Umur sebagai batas masa kerja.
  8. Kematian sebagai penutup batas masa kerja.
  9. Surga dan Neraka sebagai rumah masa depan.

3. Media

Membuat daftar pertanyaan.
Melakukan perenungan yang intens dan mendalam.
Melakukan ziarah kubur atau dzikrul maut.

4. Output
  1. Menulis ulang pernyataan misi hidup sebagai ikrar kesadaran.
  2. Suplemen (1): Daftar Pertanyaan Hakikat Hidup dan Kematian.
  3. Apakah selama ini Anda merasa bahwa semua yang Anda kerjakan dalam hidup semata Anda persembahkan untuk Allah SWT atau untuk kepentingan lain? .
  4. Apakah Anda yakin bahwa semua yang Anda lakukan di dunia ini akan memberikan Anda kehidupan yang terhormat di akhirat kelak?
  5. Pernahkah Anda merasakan bahwa agama yang Anda anut selama ini adalah sebuah pilihan hidup yang Anda putuskan melalui suatu proses pencarian dan perenungan yang panjang, atau sekadar sebuah warisan sosial yang lebih banyak mengatur sisi ritual hidup Anda?
  6. Apakah selama ini Anda merasa bahwa pekerjaan Anda di kantor merupakan sebuah rangkaian ibadah Anda kepada Allah SWT, seperti yang Anda rasakan ketika Anda melaksanakan shalat lima waktu?
  7. Mengapa menurut Anda Allah SWT tidak memberitahukan kepada kita sebagai manusia jadwal kedatangan ajal kita?
  8. Kalau Anda diberi pilihan, pada umur berapa Anda merasa tepat meninggal dunia? Mengapa?
  9. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apakah Anda merasa sudah siap dan akan cukup tenang menghadapinya?
  10. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apakah Anda cukup yakin bahwa bekal amal Anda sudah memadai mengantar Anda menuju surga? Amal-amal unggulan apakah yang menurut Anda akan mengantar Anda ke surga?
  11. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apakah suasana yang Anda bayangkan akan Anda temui di alam barzakh (kubur)? Pernahkah Anda membayangkan situasi itu sebelumnya?
  12. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apa yang menurut Anda akan membuat orang lain di dalam keluarga Anda atau di lingkungan kantor Anda menangisi kepergian Anda? Apakah Anda mempunyai jasa tertentu yang menurut Anda akan membuat mereka kehilangan dengan kepergian Anda?
  13. Jika sekarang Anda meninggal dunia, dosa-dosa apakah yang telah Anda lakukan kepada Tuhan yang sangat Anda inginkan untuk diampuni supaya tidak mendapatkan siksa kubur karenanya?
  14. Jika sekarang Anda meninggal dunia, kesalahan-kesalahan apakah yang telah Anda lakukan kepada orang lain di dalam keluarga, atau di lingkungan kantor, atau di lingkungan pergaulan masyarakat yang sangat Anda inginkan untuk dimaafkan, tetapi tidak sempat Anda sampaikan kepada mereka?
  15. Jika sekarang Anda meninggal dunia, rencana-rencana kebaikan apakah yang telah Anda buat dan belum sempat Anda selesaikan?
  16. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apakah menurut Anda ada orang¬-orang tertentu yang merasa senang dengan kepergian Anda? Siapa sajakah mereka? Mengapa menurut Anda mereka senang?
  17. Jika Anda diberi kesempatan kedua kembali ke dunia setelah kematian, perbaikan-perbaikan apa saja yang akan Anda lakukan dalam hidup Anda? Bisakah Anda merincinya? Mengapa menurut Anda perbaikan-¬perbaikan itu harus Anda lakukan?

Kedua: Penelusuran Diri
A. Sasaran
  • Membangun pemahaman yang utuh dan mendalam tentang diri sendiri serta membangunkan kedekatan emosional dengan diri sendiri.

B. Aspek-aspek yang ditelusuri
  1. Pengalaman-pengalaman, orang-orang, dan pikiran-pikiran yang
  2. mempengaruhi perkembangan diri kita.
  3. Riwayat kesehatan fisik.
  4. Cerita kesuksesan dan kegagalan.
  5. Kondisi saat ini; pribadi (fisik, emosi, pikiran, dan spiritual), keluarga,
  6. sosial, bisnis atau karir, dan finansial.
  7. Citra diri di mata orang lain (keluarga, kantor, dan masyarakat).
  8. Cita-cita masa depan, target-target tertentu dalam hidup, dan keinginan-keinginan dalam hidup serta yang lainnya.
C. Metode
  1. Membuat daftar pertanyaan.
  2. Melakukan perenungan yang intens dan mendalam.

D. Output
  1. Menemukan kesimpulan tentang mutu kehidupan (quality of life) pribadi kita saat ini, tingkat penerimaan dan kepuasaan terhadap diri sendiri, dan jarak antara kondisi kita saat ini dengan apa yang kita inginkan atau dengan misi hidup kita.
  2. Kesimpulan ini sebaiknya tertulis untuk tujuan penguatan kesadaran.
  3. Suplemen (2): Daftar Pertanyaan Penelusuran Diri
  4. Peristiwa-peristiwa apa sajakah yang pernah Anda alami di masa lalu, yang berpengaruh sangat positif kepada diri Anda saat ini?
  5. Peristiwa-peristiwa apa sajakah yang pernah Anda alami di masa lalu, yang berpengaruh sangat negatif (misalnya menimbulkan trauma tertentu) kepada diri Anda saat ini?
  6. Pengalaman-pengalaman apa sajakah yang pernah Anda alami¬ -mungkin bersifat spiritual, atau intelektual, atau emosional, atau fisik di masa lalu-, yang sangat mempengaruhi hidup Anda saat ini?
  7. Apakah Anda merasa berbahagia dengan masa lalu Anda? Apakah Anda merasa lebih bahagia saat ini dibanding dulu?
  8. Adakah pengalaman-pengalaman tertentu di masa lalu yang sangat Anda sesali saat ini?
  9. Siapakah orang-orang yang sangat mempengaruhi pembentukan emosi, pikiran, dan spiritualitas Anda saat ini? Mengapa menurut Anda mereka sangat mempengaruhi kehidupan Anda? Apa yang membuat mereka dapat mempengaruhi Anda?
  10. Buku-buku apa sajakah yang membentuk filosofi hidup Anda saat ini? Mengapa menurut Anda buku-buku itu layak mempengaruhi Anda?
  11. Apakah menurut Anda, tradisi hidup keseharian Anda saat ini dapat memberi tingkat kesehatan yang prima bagi Anda ketika kelak Anda berusia di atas 45 tahun?
  12. Penyakit apa sajakah yang Anda cemaskan akan Anda alami di atas usia 45 tahun? Mengapa hal itu mencemaskan Anda?
  13. Apakah Anda mempunyai banyak cerita sukses di masa lalu? Bisakah Anda merinci sebab-sebab sukses Anda saat itu?
  14. Apakah Anda pernah mengalami kegagalan yang pahit di masa lalu? Bisakah Anda merinci mengapa kegagalan itu terjadi?
  15. Apakah menurut Anda, Anda mempunyai tradisi kesuksesan, atau tradisi orang-orang sukses?
  16. Jika suatu saat di masa yang akan datang Anda mengalami kegagalan, misalnya dalam karir, dapatkah Anda memprediksi sebab-sebab yang memungkinkan kegagalan itu terjadi?
  17. Pernahkah Anda mengalami kegagalan dalam hal yang sama dua kali?
  18. Apakah menurut Anda orang-orang di sekitar Anda menganggap Anda sebagai orang sukses?
  19. Apakah Anda mempunyai masalah dengan pemafasan, atau ginjal, atau jantung, atau paru-paru? Apakah Anda mempunyai kebiasaan¬-kebiasaan yang dapat dianggap penyebab dari gangguan tersebut?
  20. Apakah kondisi kesehatan Anda mengurangi rasa percaya diri Anda?
  21. Apakah kondisi kesehatan Anda memungkinkan Anda menikmati hidup secara maksimal? Misalnya kehidupan seks?
  22. Apakah Anda merasa bahwa karir Anda saat ini sepadan dengan kerja keras Anda sebelumnya?
  23. Apakah kemarahan Anda selama ini selalu dilandasi oleh alasan yang jelas dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan? Apakah cara Andamengekspresikan kemarahan Anda selama ini menurut Anda, membantu Anda mencapai tujuan dari kemarahan Anda?
  24. Apakah menurut Anda kondisi emosi Anda membuat Anda bahagia? Apakah menurut Anda kondisi emosi Anda membuat orang lain betah bergaul dengan Anda?
  25. Apakah menurut Anda orang-orang di sekitar dapat memahami kondisi Anda dan menerima Anda apa adanya?
  26. Apakah ada hal-hal tertentu dalam diri Anda yang tidak disenangi orang-orang di sekitar Anda? Mengapa menurut Anda mereka tidak menyenanginya? Apakah menurut Anda alasan mereka dapat diterima? Mengapa?
  27. Apakah posisi Anda di kantor sudah sesuai dengan kompetensi inti Anda? Jika tidak, mengapa menurut Anda itu bisa terjadi?
  28. Bisakah Anda menyebutkan sepuluh kondisi yang Anda inginkan bagi diri Anda lima tahun mendatang? Mengapa Anda menginginkan kondisi tersebut bagi diri Anda? Apakah kondisi Anda saat ini memungkinkan Anda mencapainya?

Ketiga: Pemetaan Potensi dan Pemilihan Peran

A. Sasaran
Menemukan titik keseimbangan antara keinginan dan kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) untuk merealisasinya.

B. Metode
Buatah daftar keinginan-keinginan Anda, termasuk peran-peran yang Anda inginkan untuk diri Anda. Tanyakan kepada diri Anda sendiri mengapa Anda menginginkan keinginan-keinginan tersebut, atau mengapa ia harus direalisasikan?
Pada setiap satu keinginan, tanyakan kepada diri Anda, seberapa sanggup Anda memenuhi keinginan-keinginan tersebut? Apa saja faktor pendukung yang ada dalam diri Anda yang berupa kemampuan, yaitu bakat dan intelegensi yang telah dikembangkan menjadi pengetahuan dan keterampilan, yang menjamin bahwa keinginan-keinginan Anda itu bersifat realistis dan bukan sekadar angan kosong belaka?
Buatlah analisa swot yang dapat membantu Anda memperoleh gambaran keseimbangan antara keinginan dan kemampuan yang Anda miliki. Pelajarilah tingkat keseimbangannya untuk menemukan peran yang tepat bagi Anda.

C. Output
Hasil pemetaan yang Anda peroleh di sini akan bersifat nisbi atau relatif dan sementara. Karena itu, pemetaan tersebut tidak boleh diperlakukan sebagai sesuatu yang bersifat mutlak dan final. Pemetaan itu hanya berguna bagi Anda dalam memberi gambaran relatif tentang ruang aktualisasi diri melalui peran-peran yang Anda pilih dan kembangkan.
Keempat: Pengembangan Kapasitas Internal

A. Sasaran
Mendapatkan gambaran total kemampuan yang harus Anda miliki untuk merealisasikan keinginan-keinginan Anda, termasuk peran-peran yang Anda inginkan bagi diri Anda.

B. Metode
Setelah merumuskan peran-peran yang Anda inginkan, Anda harus menentukan faktor-faktor pendukungnya, yaitu berupa kapasitas internal dalam hal fisik, intelektual, spiritual, emosional, jaringan sosial, dan dukungan finansial. Kapasitas internal itu akan menentukan "daya tindak" Anda, yaitu kemampuan internal Anda untuk mewujudkan keinginan-keinginan Anda menjadi realitas. Misalnya, kondisi fisik seperti apakah yang diperlukan untuk menjalankan peran Anda secara sempurna? Atau pengetahuan apa sajakah yang perlu Anda kuasai untuk menjalankan peran tersebut dengan baik? Atau kemampuan berpikir seperti apakah yang diperlukan untuk menunaikan peran tersebut dengan baik?
Buatlah rencana, pengembangan kapasitas internal dalam keenam     aspek tersebut di atas. Inilah hakikat dari pengembangan diri.

C. Output.
Kesadaran tentang peran harus diikuti pula oleh sebuah rencana pengembangan kapasitas internal. Hal itulah yang menjadi inti konsep diri. Hal ini disebabkan peran-peran yang telah kita rumuskan sebagai bagian dari pernyataan misi hidup sebenarnya bersifat fleksibel dan terbuka terhadap berbagai perubahan, baik karena kita menemukan potensi baru dalam diri kita, ataupun karena kondisi internal yang tidak memberikan pilihan peran lain bagi kita.

0 comments:

Followers

Total Pageviews

Popular Posts

 
© Abu Fawwaz Offical WebBlog : SOOHOO21 , Offical Web : SOOHOO21
Template by : G-JO
;