REFORMIS MUSLIM JAMALUDDIN AL-AFGHANI

JAMALUDDIN AL-AFGHANI
Jamaluddin al-Afghani dilahirkan di As’ad Abad pada tahun 1254 H/1838 M. Ayahanda beliau bernama Sayyid Shaffar al-Husainiyyah, yang nasabnya bertemu dengan Sayyid Ali al-Turmudzi, seorang perawi hadis yang mashur, juga dengan nasab Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Sejak kecil al-Afghani tekun mempela¬jari bahasa Arab, sejarah, matematika, fil¬safat, fiqh dan ilmu keislaman lainnya. ke¬mudian merantau ke India untuk menam¬bah ilmu. Termasuk ilmu modern dengan sis¬tem yang dipraktikkan oleh bangsa Ero¬pa. Dari sinilah al-Afghani mulai meng¬hadapi kehidupannya yang keras dan cenderung mengacu pada sifat mem¬be¬rontak dengan tendensi maslahat. Hal ini terlihat ketika beliau hijrah dari satu nega¬ra ke negara yang lain. Beliau selalu mem¬bawa reformasi, dalam berbagai bidang ter¬masuk pendidikan, pemikiran dan politik.

Dalam perjalananya, al-Afghani sering mendapat tantangan dan cacian. Bahkan karena berbeda pendapat dengan penguasa, beliau sering dideportasi. Begitulah, seorang modernis walaupun hidup penuh dengan cacian di jamannya, bukan berarti hasil jerih payah berpikirnya tidak relevan. Tetapi boleh jadi karyanya lebih mumpuni dan bisa diandalkan.

Dari sekian banyak pemikir muslim yang menjadi bukti sejarah dari kasus di atas, di antaranya adalah Jamaluddin al-Afghani. Beliau banyak melontarkan ide pencerahan, baik pemikiran maupun pro¬blematika sosial lainnya. Namun pengaku¬an terhadap dirinya sebagai baru “mujad¬did” diakui pada dekade akhir ini. Hal yang lumrah, karena kapasitas intelektualitas orang sezamannya belum sampai pada tingkatan ide pencerahan. Begitu juga ik¬lim kondusif belum sepenuhnya mendu¬kung terealisasinya ide-ide baru itu.

Senada dengan di atas, Dr Muham¬mad Syahrur berasumsi dalam bukunya " Dirasat Islamiyah Muasharat fi al Daulat wa al Mujtama'" bahwa buah dari sebuah pembaharun tidak akan langsung bisa menyentuh pada tataran sosial dalam radius yang lebih luas. Akan tetapi mulai terasa dan berakses tinggi pada periode berikutnya.

Peran Al-Afghani dalam gerakan refor¬masi tertuang dalam beberapa sasaran dari diterbitkannya “Al-Urwa alWustqa” di Paris bersama Syaikh Muhammad Abduh yang meliputi di antaranya: pertama, se¬nantiasa membantah tuduhan Barat yang ditujukan kepada timur khususnya orang-orang Islam dengan memutarbalikkan propaganda Barat yang menyatakan bahwa kaum muslimin tidak akan bangkit, selama mereka masih berpegang teguh pada agamanya.

Kedua, memaparkan bagi orang-orang Timur realita dan rahasia-rahasia internasional, agar mereka tahu akan rencana-rencana politikus Eropa terhadap Islam. Sehigga, orang-orang Timur tidak mudah terpengaruh oleh propaganda yang mereka gembar-gemborkan. Ketiga, memperkuat hubungan antarumat Islam dan memberikan penjelasan tentang asas-asas solidaritas, untuk menepis intervensi politik luar dan juga seruan untuk menggali khazanah ajaran agama serta menjauhi fanatisme kelompok atau golongan.

Selain beberapa sasaran yang termak¬tub di atas, dalam gerakan reformasi, Al-Afghani mempunyai agresivitas untuk menjadikan pemerintahan Islam menjadi satu. Akan tetapi semangat ini tidak mendapat dukungan. Maka kembali ia menyerukan untuk saling tolong menolong antara raja-raja di negara Islam, agar mengatur daerah-daerah kekuasaanya sesuai dengan norma agama.

Lebih jauh lagi mengenal Al-Afghani, Muhammad Imarah dalam bukunya “Al-Afghani Muuqidus al-Syarq wa Failosuf al-Islam” mengutip kata mutiara Malik bin Nabi yang berbunyi: “Dalam keheningan malam dan kaum muslimin masih nyenyak dalam tidurnya, muncullah suara dari negeri Afghan yang mendengungkan pelita pembaharuan dengan kalimat “marilah menuju kemenangan” yang sering kali diucapkan di segala penjuru, itulah suara al-Afghani sebagai penggerak umat Islam menuju kebangkitan baru dan lembaran-lembaran baru”.

Sedangkan idiologi yang beliau tawarkan adalah agama sebagai balance umat yang di dalamnya terdapat kebahagiaan, kemenangan dan mobilisasi kehidupan. Sementara atheisme adalah bakteri keburukan, penyebab destruksi negara dan umat. Selain itu, dalam perjalanannya beliau sering menawarkan konsep musyawarah, demokrasi dan keadilan dalam pemerintahan.

Beliau pulang keharibaan Allah pada tanggal 9 Maret 1897 di Istambul Turki dan dikubur di sana. Jasadnya dipindahkan ke Afghanistan pada tahun 1944. Ustad Abu Rayyah dalam bukunya “Al-Afghani; Sejarah, Risalah dan Prinsip-prinsipnya”, menyatakan, bahwa Al-Afghani meninggal akibat diracun dan ada pendapat kedua yang menyatakan bahwa ada rencana Sultan untuk membinasakannya.

Semoga Allah menerima segala amal baiknya di sisi-Nya, dan menempatkan di tempat yang layak untuknya. Mudah-mu¬dahan kita termasuk pengikut yang terbaik dari apa yang kita dengar. Amien. □

JAMALUDDIN AL-AFGHANI
Selasa, 01 Februari 05 - by : admin

Tokoh kita kali ini dilahirkan di Asadabad, Afghanistan, pada tahun 1838. Ayahnya, Sayyid Safdar, keturunan Ali At-Tirmizi yang telah lama bermigrasi ke Kabul. Pada usia 8 tahun Al-Afghani telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa, dan pada usia 18 tahun ia telah menguasai hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan meliputi filsafat, hukum, sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan metafisika. Al-Afghani segera dikenal sebagai profil jenius yang penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan bak ensiklopedia.

Setelah membekali dirinya dengan seluruh cabang ilmu pengetahuan di Timur dan Barat (terutama Paris, Perancis), Al-Afghani mempersiapkan misinya membangkitkan Islam. Pertama-tama ia masuk ke India, negara yang sedang melintasi periode yang kritis dalam sejarahnya. Kebencian kepada kolonialisme yang telah membara dalam dadanya, makin berkecamuk ketika Afghani menyaksikan India yang berada dalam tekanan Inggris. Perlawanan terjadi di seluruh India. Afghani turut ambil bagian dari periode yang genting ini, dengan bergabung dalam peperangan kemerdekaan India pada bulan Mei 1857. Namun, Afghani masih sempat pergi ke Mekkah untuk menunaikan haji.

Sepulang dari haji, Afghani pergi ke Kabul. Di kota ini ia disambut oleh penguasa Afghanistan, Dost Muhammad, yang kemudian menganugerahinya posisi penting dalam pemerintahannya. Saat itu, Dost Muhammad sedang mempertahankan kekuasaannya dengan memanfaatkan kaum cendekiawan yang didukung rakyat Afghanistan. Sayang, ketika akhirnya Dost terbunuh dan takhtanya jatuh ke tangan Sher Ali, Afghani diusir dari Kabul.
Meninggalkan Kabul, Afghani berkelana ke Hijjaz untuk melakukan ziarah. Rupanya, efek pengusiran oleh Sher Ali berdampak bagi perjalanan Afghani.

Ia tidak diperbolehkan melewati jalur Hijjaz melalui Persia. Ia harus lebih dulu masuk ke India. Pada tahun 1869 Afghani masuk ke India untuk yang kedua kalinya. Ia disambut baik oleh pemerintah India, tetapi tidak diizinkan untuk bertemu dengan para pemimpin India berpengaruh yang berperan dalam revolusi India. Khawatir pengaruh Afghani akan menyebabkan pergolakan rakyat melawan pemerintah kolonial, pemerintah India mengusir Afghani dengan cara mengirimnya ke Terusan Suez yang sedang bergolak. Di Mesir Afghani melakukan kontak dengan mahasiswa Al-Azhar yang terkagum-kagum dengan wawasan dan ide-idenya. Salah seorang mahasiswa yang kemudian menjadi murid Afghani adalah Muhammad Abduh.

Dari Mesir, Afghani pergi ke Istanbul untuk berdakwah. Di ibu kota Turki ini Afghani mendapat sambutan yang luar biasa. Ketika memberi ceramah di Universitas Konstantinopel, salah seorang ulama setempat, Syaikhul Islam, merasa tersaingi. Ia segera menghasut pemerintah Turki untuk mewaspadai gagasan-gagasan Afghani. Buntutnya, Afghani didepak keluar dari Turki. Pada tahun 1871, Afghani menjejakkan kakinya di Kairo untuk yang kedua kalinya.

Di Mesir Afghani melanjutkan dakwahnya yang pernah terputus dan segera mempengaruhi para mahasiswa dan ulama Al-Azhar. Tetapi, pemberontakan kaum nasionalis Mesir pada tahun 1882 berujung pada tindakan deportasi oleh pemerintah Mesir yang mencurigai Afghani ada di belakang pemberontakan. Afghani dideportasi ke India, tetapi tak lama ia sudah berada dalam perjalanan ke London, kota yang pernah disinggahinya ketika ia berdakwah ke Paris. Di London ia bertemu dengan Muhammad Abduh, muridnya yang ternyata juga dikucilkan oleh pemerintah Mesir.

Dari London, Afghani bertualang ke Moskow. Ia tinggal selama empat tahun di St. Petersburgh. Di sini pengaruh Afghani segera menjalar ke lingkungan intelektual yang dipercaya oleh Tsar Rusia. Salah satu hasil dakwah Afghani kepada mereka adalah keluarnya izin pencetakan Al-Quran ke dalam bahasa Rusia.

Afghani menghabiskan sisa umurnya dengan bertualang keliling Eropa untuk berdakwah. Bapak pembaru Islam ini memang tak memiliki rintangan bahasa karena ia menguasai enam bahasa dunia (Arab, Inggris, Perancis, Turki, Persia, dan Rusia). Pada tanggal 9 Maret 1897, Afghani mengembuskan napasnya yang terakhir karena kanker yang dideritanya sejak tahun 1896.

JURNAL ANTI PENJAJAHAN
Salah satu bukti kejeniusan Jamaluddin Al-Afghani adalah Al-Urwatul Wutsqa, sebuah jurnal antipenjajahan yang diterbitkannya di Paris. Jurnal ini segera menjadi barometer perlawanan imperialis Dunia Islam yang merekam komentar, opini, dan analisis bukan saja dari tokoh-tokoh Islam dunia, tetapi juga ilmuwan-ilmuwan Barat yang penasaran dan kagum dengan kecemerlangan Afghani. Selama mengurus jurnal ini, Afghani harus bolak-balik Paris-London untuk menjembatani diskusi dan pengiriman tulisan para ilmuwan Barat, terutama yang bermarkas di International Lord Salisbury, London. [Iyus/berbagai sumber]

Tuesday, 08 March 2005
Sayyid Jamaluddin Al-Afghani (1838/9-1897) merupakan salah satu tokoh yang pertama kali menyatakan kembali tradisi Muslim dengan cara yang sesuai untuk menjawab berbagai problem penting yang muncul akibat Barat semakin mengusik Timur Tengah di abad kesembilanbelas.

Sebagai modernis Islam pertama, yang pengaruhnya dirasakan di beberapa negara, Afghani memicu kecenderungan menolak tradisionalisme murni dan westernisme murni. Meski Afghani di kemudian hari --dan sejak meninggalnya-- dikaitkan khususnya dengan pan-Islam, tulisan pan-Islamnya hanya menjadi bagian dari dasawarsa penting 1880-an. Dalam hidupnya dia mempromosikan berbagai sudut pandang yang sering bertentangan. Dan pikirannya juga memiliki afinitas dengan berbagai kecenderungan di dunia Muslim. Ini meliputi liberalisme Islam yang diserukan khususnya oleh Muhammad 'Abduh, orang Mesir yang menjadi muridnya.

Pada masa mudanya ia dididik di Iran, dan juga di kota-kota suci Syi'ah di Irak dia piawai dalam filsafat Islam dan juga dalam Syi'ah mazhab Syaikhi, yang merupakan ragam Syi'ah yang sangat filosofis pada abad kedelapan belas dan kesembilan belas.

Tak seperti dunia Arab dan Turki, di mana kebanyakan filsafat yang mendapat inspirasinya dari Yunani selama berabad-abad tidak diajarkan karena dianggap menyimpang dari Islam, di Iran tradisi filsafat terus berlangsung. Buku-buku karya Ibn Sina dan di kemudian hari karya filosof Iran diajarkan di sekolah keagamaan.

Ketika Afghani ke Istanbul, pada tahun 1869-70, dia mengemukakan gagasan yang bersal dari filosof Islam. Dan ketika ke Mesir pada 1870-an, dia mengajar murid-murid mudanya terutama tentang filosof-filosof Iran ini.

Perjalanan yang panjang dalam hidup Afghani dilalui dengan berdakwah di banyak negara. Pada usia yang masih muda, sekitar 20 tahun, Afghani sudah pergi ke India dan berjuang untuk mengusir pemerintahan Ingeris dari bumi Muslim di India. Setelah tinggal di India, Afghani pergi haji ke Makkah, lalu ke kota-kota suci Syi’ah, dan kemudian ke Afghanistan lewat Iran. Perjuangannya yang anti Inggeris ini menyebabkan Afghani harus keluar dari Afghanistan pada Desember 1868, karena jatuhnya A’zham Khan dan naik tahtanya Shir’Ali yang pro Inggeris. Kemudian dia ke Bombai, Kairo, lalu ke Istanbul pada 1869.

Pada 1870, Afghani diangkat menjadi menjadi Dewan Pendidikan â€کUtsmaniah resmi yang reformis. Karena ikatannya dengan berbagai ahli pendidikan terkemuka, dia diundang untuk menyampaikan kuliah umum. Namun kuliah umum ini menimbulkan reaksi yang keras dari para ulama, karena dianggap menyimpang dari agama. Akibatnya Afghani diusir dari Istanbul.

Setelah itu Afghani pergi ke Kairo. Di Kairo ini mendirikan Koran yang membahas isu-isu politik. Seiring dengan perubahan kekuasaan di Mesir, di bawah Pemerintahan yang Pro Inggeris, Taufiq. Afghani akhirnya diusir dari Mesir karena sikapnya yang anti Inggeris. Kemudian Afghani pergi ke Hyderabad di India Selatan. Dari India Afghani ke London, dan kemudian pada 1883 ke Paris. Di Paris Afghani bersama dengan Muhammad â€کAbduh, mereka menerbitkan koran berbahasa Arab, Al-â€کUrwah Al-Wutaqa yang mendapat subsidi dari para pengagum. Sebelum meninggal pada tahun 1987 di Iran, Afghani sempat juga pergi ke Rusia, Eropa dan Irak.

Afghani merupakan figur besar dalam dunia Muslim. Penekanannya bahwa Islam merupakan kekuatan yang sangat penting untuk menangkal Barat dan untuk meningkatkan solidaritas kaum Muslim, seruannya agar ada pembaruan dan perubahan di dalam sistem politik despotis yang berbendera Islam, serta serangannya terhadap mereka yang memihak imperialisme Barat atau yang memecah-belah umat Muslim, semuanya merupakan tema-tema yang diperjuangkannya. (www.abatasya.net)

0 comments:

Followers

Total Pageviews

Popular Posts

 
© Abu Fawwaz Offical WebBlog : SOOHOO21 , Offical Web : SOOHOO21
Template by : G-JO
;